Monday, October 5, 2020

Budidaya Ikan Dengan Teknologi Bioflok

 



I. PENGERTIAN BIOFLOK

Bioflok berasal dari kata Bios yang artinya kehidupan dan Floc yang artinya gumpalan.  Bioflok diartikan sebagai gumpalan (sekumpulan) dari beberapa mikroorganisme yang menyatu karena adanya ikatan yang disebut biopolimer.  Bioflok juga diartikan sebagai gumpalan-gumpalan kecil yang tersusun dari sekumpulan mikroorganisme hidup yang melayang-layang di air. Bioflok terdiri dari bakteri, algae, yeast, protozoadan beberapa hewan renik lainnya seperti cacing.

Teknologi Bioflok adalah teknologi yang memanfaatkan aktivitas mikroorganisme yang membentuk flok. Aplikasi BFT (Bio Floc Technology) banyak diaplikasikan di sistem pengolahan air limbah industri dan mulai diterapkan di sistem pengolahan air media aquakultur (budidaya ikan).

Beberapa latar belakang munculnya penelitian mengenai bioflok ini diantaranya adalah :

Keterbatasan lahan dan air yang menuntut adanya kajian teknologi budidaya apa yang bisa dikembangkan di lahan sempit dan atau minim sumber air,

Sumberdaya alam / ikan hasil tangkapan yang produksinya semakin menurun, sementara kebutuhan ikan kian meningkat baik untuk konsumsi maupun sebagai bahan tepung ikan. Hal ini juga menuntut adanya kajian-kajian yang mampu memberikan alternatif pilihan sumber daya ikan selain  hasil tangkapan di alam

Kualitas air cenderung menurun karena adanya pencemaran lingkungan.  Ini juga jadi masalah serius ketika kualitas media budidaya ikan tidak mendukung maksimal bagi tumbuh kembang ikan yang dibudidayakan.

Dengan sejumlah masalah tersebut di atas, maka teknologi bioflok menawarkan solusi sebagai salah satu alternatif yang bisa memecahkan permasalahan lahan, air, sumberdaya ikan di alam dan menurunnya kualitas air media budidaya.

Biofloc terdiri atas partikel serat organik yang juga kaya akan selulosa, partikel anorganik berupa kristal garam kalsium karbonat hidrat, biopolymer (PHA), bakteri, protozoa, detritus (dead body cell), ragi, jamur serta zooplankton.

Bakteri yang bisa ikut membentuk bioflok ini, antara lain adalah sebagai berikut;

Bacillus circulans

Bacillus coagulans

Bacillus licheniformis

Bakteri yang ikut membentuk floc ini memiliki fungsi dalam siklus nutrisi didalam sistem biofloc. Bakteri ini biasa disebut sebagai bakteri siklus fungsional, misalnya Bacillus licheniformis yang berperan dalam siklus nitrogen.

Biofloc di alam umumnya terdiri dari 5 jenis bakteri atau lebih, minimal satu atau lebih adalah bakteri pembentuk flok (penghasil exopolisakarida) dan bakteri yang lain dapat merupakan bakteri siklus fungsional yang dapat berfungsi dalam siklus bioremediasi dan nutrisi.

Formasi bioflok ini bisa terbentuk tidak secara tiba-tiba, tapi terbentuk dalam kondisi lingkungan tertentu. Factor yang mempengaruhi system bioflok ialah N/P rasio dan C/N rasio. N/P rasio serta C/N rasio harus diatas 20. Semakin besar N/P rasio serta C/N rasio maka floc yang terbentuk akan semakin baik.

Untuk bisa mengatur N/P rasio jalan terbaik adalah memperbesar N atau memperkecil P, untuk bisa memperbesar N dilingkungan tambak tidak mungkin dilakukan karena menambah ammonia dalam tambak akan membahayakan udang, jalan terbaik ialah memperkecil P dengan cara mengikat phosphate.

Sedangkan untuk bisa mengatur C/N rasio dilakukan dengan cara memperbesar C dengan penambahan unsure karbon organik, misalnya yaitu molasses. Didalam pakan itu sendiri sebenarnya telah ada unsure C ialah karbohidrat dan lemak, namun rasionya tidak mencukupi untuk bisa mencapai C/N rasio diatas 20.

II.  PELUANG DAN TANTANGAN

A. Budidaya Ikan Lele

Ikan lele merupakan salah satu komoditas yang mulai digemari masyarakat, selain budidayanya relatif mudah, ikan lele juga dikenal kuat dalam beadaptasi dengan kualitas air yang rendah (minim oksigen dan tinggi amoniak). Namun dibalik peluang yang terbuka lebar tersebut, masih ada masalah yang kerap dihadapi para pembudidaya sehubungan dengan potensi pencemaran lingkungan yang turut serta dalam kegiatan budidaya lele (polusi bau)

Seiring berkembangnya teknologi bioflok, masalah polusi bau yang dihadapi para pembudidaya berangsur-angsur bisa teratasi. Dengan menggunakan teknologi bioflok pada budidaya ikan lele polusi bau berkurang, air lebih hemat dan yang lebih menguntungkan lagi produksi meningkat


B. Budidaya Ikan Patin, Betok, Nila dan Gabus

Peluang usaha budidaya ikan patin, nila, betok, dan  gabus terbuka lebar, selain banyak digemari dimasyarakat, produk ikan ini juga jadi unggulan perikanan budidaya, selain menjadi komoditas dalam negeri, ikan ini juga merupakan komoditas ekspor.  Namun permasalahan yang kerap dikeluhkan oleh para pembudidaya adalah sulitnya meningkatkan produksi dalam kondisi luasan lahan yang tetap.  Padat tebarnya tidak bisa ditambah dan apabila ditambah tingkat mortalitas ikannya menjadi tinggi. 

Seiring berkembangnya teknologi bioflok, masalah ini juga telah dicarikan jalan keluarnya, dengan menggunakan teknologi bioflok padat tebar bisa ditingkatkan dan otomatis produksi juga menjadi lebih tinggi.

III. KELEBIHAN DAN KEKUARANGAN BIOFLOK

Adapun beberapa kerugian serta kekuarangan dari metode bioflok pada budidaya ikan, antara lain adalah sebagai berikut;

Keuntungan dari Sistem Bioflok

1. Yaitu pH relatif stabil

2. pH nya cenderung rendah, sehingga kandungan amoniak (NH3) yaitu relatif kecil.

3. Tidak tergantung pada sinar matahari serta aktivitasnya akan menurun bila suhu rendah.

4. Tidak perlu ganti air (sedikit ganti air) sehingga biosecurity (keamanan) tetap terjaga.

5. Limbah tambak (kotoran, algae, sisa pakan, amonia) didaur ulang serta dijadikan makanan alami berprotein tinggi.

6. Kemudian lebih ramah lingkungan.


Kekurangan Sistem Bioflok

1. Tidak dapat diterapkan pada tambak yang bocor/rembes karena tidak ada/sedikit pergantian air.

2. Memerlukan peralatan atau aerator cukup banyak sebagai suply oksigen.

3. Aerasi harus hidup terus (24 jam per hari).

4. Pengamatan harus lebih jeli serta sering muncul kasus Nitrit dan Amonia.

5. Bila aerasi kurang, maka akan bisa terjadi pengendapan bahan organik. Resiko munculnya H2S yaitu lebih tinggi karena pH airnya lebih rendah.

6. Kurang cocok pada tanah yang mudah teraduk (erosi). Jadi dasar harus benar-benar kompak (dasar berbatu atau sirtu, semen atau plastik HDPE).

7. Bila terlalu pekat, maka bisa menyebabkan kematian bertahap karena krisis oksigen (BOD tinggi).

8. Untuk itu volume Suspended Solid dari floc harus bisa selalu diukur. Bila sudah mencapai batas tertentu, floc harus dikurangi dengan cara konsumsi pakan diturunkan.

IV. CARA KERJA BIOFLOK

Teknologi bioflok mampu mengubah kondisi lingkungan dari yang sebelumnya mencemari dan berbahaya menjadi aman dan menguntungkan.

Kondisi media budidaya pada umumnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :


Ketika pemberian pakan pada ikan yang dibudidayakan, pakan akan di konsumsi oleh ikan dan menjadi kotoran, sementara yang tidak termakan olehnya akan mengendap didasar kolam atau jaring. Hasil endapan sisa pakan dan kotoran yang berlangsung dari waktu ke waktu, lama kelamaan akan mengalami proses pembusukan  dan   menjadi racun bagi lingkungan perairan tempat budidaya ikan.

Jika hal ini dibiarkan, maka kandungan oksigen akan cenderung rendah, bau media air menimbulkan polusi udara, tingkat kematian ikan cenderung tinggi dan angka produksi yang dihasilkan akan tidak sesusai dengan harapan

Namun dengan penerapan teknologi bioflok, maka kondisi media budidaya akan terjadi seperti gambar di bawah ini :


Prinsip dasar bioflok adalah mengontrol sistem budidaya dengan melibatkan bakteri mirobial dan bakteri heterotrof yang mampu memunculkan keseimbangan dalam kualitas air.  Ikan tetap makan dan mengeluarkan kotoran, namun kotoran yang mengendap akan diuraikan oleh bakteri yang ada dalam sistem bioflok menjadi sesuatu yang tidak lagi membahayakan bagi lingkungan perairan atau menjadi racun.


Bioflok terbentuk melalui beberapa tahap yaitu :

Bioflok di alam umumnya terdiri dari 5 jenis bakteri atau lebih, minimal satu atau lebih merupakan bakteri pembentuk flok (penghasil exopolisakarida) dan bakteri yang lain dapat merupakan bakteri siklus fungsional yang berfungsi dalam siklus bioremediasi dan nutrisi. Formasi bioflok ini terbentuk tidak secara tiba-tiba, tapi terbentuk dalam kondisi lingkungan tertentu.

Factor yang mempengaruhi sistem bioflok adalah N/P rasio dan C/N rasio. N/P rasio dan C/N rasio harus diatas 20. Semakin besar N/P rasio dan C/N rasio maka flok yang terbentuk akan semakin baik. 

Untuk mengatur N/P rasio jalan terbaik adalah memperbesar N atau memperkecil P, untuk memperbesar N dilingkungan kolam atau tambak tidak mungkin dilakukan dengan menambah ammonia karena akan membahayakan ikan/udang, jalan terbaik adalah memperkecil P dengan cara mengikat phosphate. 

Sedangkan untuk mengatur C/N rasio dilakukan dengan cara memperbesar C dengan penambahan unsur karbon organik, misalnya molasses. Didalam pakan itu sendiri sebenarnya sudah ada unsur C yaitu karbohidrat dan lemak, namun rasionya tidak mencukupi untuk mencapai C/N rasio diatas 20.

Sistem bioflok dirancang untuk budidaya di lingkungan yang sulit untuk meminimalkan ganti air dan meminimalkan kontak dengan lingkungan luar. Keunggulan sistem bioflok ini adalah dapat menghindari masuknya bibit penyakit dari luar, parameter air lebih stabil dan efek kerja bakteri lebih muncul.

SUMBER PUSTAKA


Anonim. 2018. Teknologi Bioflok. Di Download dari laman http://shrimp-biotek.com/index.php?option=com_content& view=article&id=53&Itemid=62

Ambari, M.2007. Seperti Apa Peran Teknologi Bioflok Untuk Ketahanan Pangan Nasional. Di Download dari laman http://www.mongabay.co.id/2017/05/28/seperti-apa-peran-teknologi-bioflok-untuk-ketahanan-pangan-nasional/

Materi Pertanian. 2018. Pengertian Bioflok, Manfaat, Kelebihan, dan Kekuarangannya. Di download dari laman https://dosenpertanian.com/pengertian-bioflok/

Sunyoto. 2016. Pemanfaatan Lahan Terbatas Untuk Budidaya Ikan Dengan Teknologi Biofloc. Banjar. Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Mandiangin Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan


No comments:

Post a Comment