Saturday, August 27, 2022

PENERAPAN CARA PENGOLAHAN IKAN YANG BAIK



A. PERSYARATAN UMUM

Aspek keamanan produk perikanan adalah bagian dari keseluruhan mutu produk perikanan yang bersifat wajib. Masalah keracunan dan kontaminasi pada produk perikanan menjadi perhatian konsumen di seluruh dunia, sehingga masalah mutu dan keamanan produk perikanan menjadi sesuatu yang tidak bisa dinegosiasi.

Pertama, ikan dan produk perikanan harus aman dimakan, dan kedua menyehatkan bila dimakan. Oleh karena itu, Cara Pengolahan Ikan yang Baik (Good Manufacturing Practices) merupakan prasyarat utama bagi suatu industri pengolahan ikan.

Program persyaratan dasar Cara Pengolahan Ikan yang Baik (Good. Manufacturing Practices) berfungsi sebagai dasar pemenuhan kondisi lingkungan dan pelaksanaan proses penanganan dan pengolahan dilakukan dengan baik. Cara Pengolahan Ikan yang Baik (Good Manufacturing Practices) harus dikembangkan dan diterapkan pada setiap produk atau kelompok produk/proses produksi. 

Acuan yang harus dikembangkan dalam membuat Cara Pengolahan Ikan yang Baik (Good Manufacturing Practices) yang baik mencakup:
1. Regulasi dan persyaratan terbaru;
2. Standar atau spesifikasi teknis;
3. Persyaratan negara importir;
4. Persyaratan teknis konsumen;
5. Informasi teknologi terbaru;
6. Praktek sebenarnya; dan
7. Pengalaman.

B. TUJUAN

Tujuan penerapan Cara Pengolahan Ikan yang Baik (Good Manufacturing Practices) pada UPI yaitu:
1. Memastikan mutu produk dan menjamin tingkat dasar pengendalian keamanan hasil perikanan; 
2. Meminimalisir kontaminasi/bahaya.

Tujuan ini sesuai dengan amanah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17/PERMEN-KP/2019 Tentang Persyaratan dan tata cara penerbitan sertifikat Kelayakan Pengolahan



C. PENERAPAN CARA PENGOLAHAN IKAN YANG BAIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES} PADA UNIT PENGOLAHAN IKAN

Cara Pengolahan Ikan yang Baik (Good Manufacturing Practices] pada UPI meliputi:

1. Seleksi bahan baku
  • Sumber bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar atau dibuktikan dengan hasil pengujian.
Perairan yang tidak tercemar adalah perairan bersih yang bebas dari kontaminasi mikrobiologi, bahan-bahan yang berbahaya dan/atau plankton laut beracun dalam jumlah tertentu yang dapat mempengaruhi keamanan dan mutu hasil perikanan meliputi ekosistem air laut, air tawar dan air payau.
Informasi mengenai sumber asal bahan baku ikan menentukan mutu ikan. Bahan baku yang berasal dari perairan tercemar kemungkinan besar sudah mengalami pencemaran. Ikan yang ditangkap atau dibudidayakan dari perairan yang tercemar diketahui kecenderungan dagingnya mengandung konsentrasi bahan pencemar yang nilainya melebihi ambang batas maksimal mutu yang telah ditetapkan sehingga UPI beresiko mendapatkan bahan baku berkualitas rendah dan membahayakan. Bahan baku yang akan digunakan harus diuji kimia (misalnya logam berat Pb, Hg, Cd, As, Sn) untuk menjamin pemenuhan mutu sesuai persyaratan standar.


  • Tidak berasal dari jenis ikan yang dilarang.
UPI harus memperhatikan jenis ikan tertentu yang dilarang atau memerlukan persyaratan tertentu yang dipasarkan untuk konsumsi manusia, misalnya:
1) Ikan beracun yang berasal dari famili Tetraodontidae, Molidae, Diodontidae,       Canthigasteridae;
2) Produk hasil perikanan yang mengandung biotoksin seperti jenis ikan karang yang mengandung toksin ciguatera dan kekerangan yang mengandung toksin hayati misalnya: Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), Diarethic Shellfish Poisining (DSP), Amnesic Shellfish Poisining (ASP), Neurotic Shellfish Poisining (NSP);
3) Ikan yang dilarang ditangkap sesuai ketentuan nasional dan internasional seperti hiu koboi (Carcharhinus longimanus), dan hiu martil (Sphyrna spp.); dan
4) Ikan yang dilarang ditangkap dengan ukuran dan kondisi tertentu seperti Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) dalam kondisi bertelur dan ukuran panjang karapas diatas 8 (delapan) cm atau berat diatas 200 (dua ratus) gram per ekor, dan benih sidat (Anguilla spp) dengan ukuran kurang dari atau sama dengan 150 (seratus lima puluh) gram per ekor.



  • Bebas dari bahaya biologi, kimia, dan fisik.
Bahaya terhadap keamanan hasil perikanan terdiri atas:
1)  Bahaya biologi umumnya adalah bakteri dan mikroorganisme lain yang menyebabkan keracunan, sakit atau infeksi atau disebut bakteri patogen atau mikroorganisme patogenik. Mikroorganisme dapat ditemukan secara alami dalam ikan dan produk perikanan atau akibat terkontaminasi karena lemahnya pengawasan sehingga tumbuh dengan baik dalam hasil perikanan atau juga menghasilkan racun/toksin yang dapat membuat sakit. Mikroorganisme selain bakteria, yang mungkin berbahaya termasuk adalah virus, protozoa, parasit, kapang dan khamir.
2)  Bahaya kimia termasuk berbagai macam bentuk komponen kimia yang mungkin mengkontaminasi ikan dan produk perikanan dan dapat merugikan atau membahayakan. Bahan kimia tersebut mencakup diantaranya:
a)  Terjadi secara alami dan terakumulasi dalam tubuh ikan, seperti logam berat (Pb, Hg, Cd, As, Sn), atau toksin dari biota laut (toksin alga, ciguatera, bio toksin);
b)  Sengaja ditambahkan seperti: formalin, pestisida, fungisida, insektisida, obat-obatan hewan atau antibiotik; dan
c)  Tidak sengaja ditambahkan seperti: bahan bakar atau minyak dari kapal penangkap ikan, dan bahan pembersih di UPI.
3) Bahaya fisik termasuk berbagai macam kontaminan yang luas seperti pecahan kaca, logam, staples, tulang atau sisik ikan, cangkang, kaki atau bulu binatang, dan lain-lain, atau benda asing yang dapat membahayakan manusia ketika mengkonsumsi produk tersebut.

  •  Memenuhi persyaratan mutu sesuai peruntukannya dengan mengutamakan penggunaan bahan baku yang berasal dari produksi perikanan dalam negeri baik dari ikan hasil tangkapan maupun pembudidayaan ikan yang terjamin ketertelusurannya.

Mutu bahan baku harus sesuai dengan standar yang dipersyaratkan, serta aman dan layak untuk dikonsumsi. Standar yang dipersyaratkan diantaranya Standar Nasional Indonesia (SNI), standar internasional, atau standar negara importir. Persyaratan atau standar bahan baku dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Untuk memenuhi mutu dengan standar yang dipersyaratkan, UPI mengutamakan penerimaan bahan baku dari unit pembudidayaan ikan yang menerapkan cara budidaya ikan yang baik, kapal penangkap dan kapal pengangkut ikan yang menerapkan cara penanganan ikan yang baik, atau pengumpul/supplier yang menerapkan cara penanganan ikan yang baik.

Bahan Baku yang akan digunakan harus diuji secara organoleptik, fisik, kimia, dan mikrobiologi untuk menjamin pemenuhan mutu sesuai persyaratan standar.
  • Pengangkutan Bahan Baku menggunakan alat angkut yang memenuhi persyaratan.
Selama pengangkutan bahan baku ke UPI harus menerapkan sistem rantai dingin dengan menjaga suhu pengangkutan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sarana pengangkutan harus mempunyai fasilitas penyimpanan yang sesuai karakteristik produk meliputi:
1)  Penyimpanan beku yang mampu menjaga suhu produk -18°C (minus delapan belas derajat celcius) atau lebih rendah;
2)  Penyimpanan segar yang mampu mempertahankan suhu produk pada titik leleh es 0°C (nol derajat celcius);
3)  Penyimpanan keadaan hidup harus mampu mempertahankan ikan tersebut dengan tetap terjaga kondisi dan mutunya; dan
4)  Penyimpanan kering harus mampu mempertahankan pada suhu ruang.


Sarana pengangkutan bahan baku juga harus bersih dan mampu menghindari kontaminasi, didesain sehingga tidak merusak bahan baku, permukaannya harus rata, mudah dibersihkan, dan didesinfeksi. Dilengkapi peralatan untuk menjaga suhu selama pengangkutan, dan mampu melindungi bahan baku dari resiko penurunan mutu. Sarana pengangkutan tidak digunakan juga untuk tujuan lain secara bersamaan untuk menghindari kontaminasi kepada bahan baku.

Pengangkutan bahan baku tidak boleh dicampur dengan produk lain yang dapat mengakibatkan kontaminasi atau mempengaruhi higienis, kecuali produk tersebut dikemas, sehingga mampu melindungi produk tersebut.

  • Dilengkapi dengan catatan atau informasi yang terkait dengan penelusuran dan monitoring.
Bahan baku yang diterima didokumentasikan dan termonitor. Untuk tujuan pengawasan ketertelusuran produk, UPI harus mendokumentasikan asal dan jenis produk, nama pemasok/supplier, asal kolam/tambak budidaya, nama kapal penangkap Ikan dan/atau kapal pengangkut ikan.

  • Dilakukan dengan cepat, saniter, terlindung, dan mencegah kontaminasi.

Proses penanganan bahan baku ikan agar dapat teijamin mutu dan keamanannya harus menerapkan prinsip-prinsip berikut ini:
1)  Bersih
     Menangani dengan cara bersih, tidak menjadi terkontaminasi;
2)  Hati-hati
     Menangani dengan hati-hati, dan tidak membuat bahan baku rusak;
3)  Dingin
     Dalam kondisi dingin; dan
4)  Cepat
     Menangani dengan cepat dan menghindari peningkatan suhu.



2. Penanganan Ikan dan Pengolahan Ikan, dilakukan dengan ketentuan:
  • Memperhatikan waktu, kecepatan, dan suhu.
Dalam melakukan penanganan dan pengolahan ikan, perlu dipertimbangkan kombinasi waktu dan suhu yang digunakan serta kecepatan proses untuk memenuhi spesifikasi produk yang sesuai dengan standar yang dipersyaratkan.
  • Menggunakan teknologi sesuai dengan prinsip Penanganan Ikan dan Pengolahan Ikan.
Pengolahan ikan bertujuan untuk mengawetkan ikan, mempertahankan mutu, memperpanjang masa simpan dan meningkatkan nilai tambah pada hasil perikanan.

Teknologi yang digunakan sesuai prinsip penanganan dan pengolahan ikan terdiri dari:
1)   Suhu rendah
a)  Pendinginan misalnya dengan pengemasan dalam cool box; dan
b)  Pembekuan misalnya dengan Air Blast Freezer, Tunnel Freezer, Fluidised Bed Freezer, Spiral Freezer, Belt Freezer, Contact Plate Freezer, Immersion Freezer, dan Spray Freezer.
2)   Suhu tinggi
a)  Pasteurisasi misalnya dengan pemanasan sehingga suhu pusat produk rajungan mencapai 85° C (delapan puluh lima derajat celcius) paling sedikit selama 1 (satu) menit;
b)  Sterilisasi misalnya pemanasan dengan retort; dan
c)  Pengasapan misalnya dengan kombinasi suhu dan waktu yang cukup dalam kabinet atau ruang pengasapan (smoking chamber).
3)   Pengendalian Water Activity (Aw)
a)  Pengeringan misalnya dengan pengeringan alami matahari (sun drying), pengering oven, pengering tungku [kiln drier), pengering beku [freeze drier), pengering terowongan [tunnel drier), pengering rak hampa (vacuum drief drier), pengering ban berjalan [continuous belt drier);


b)  Penggaraman misalnya dengan penggaraman kering, penggaraman basah, dan penggaraman kombinasi; dan
c)  Fermentasi misalnya dengan bantuan mikroorganisme secara terkontrol pada pembuatan terasi udang atau kecap ikan.
4)  Reduksi misalnya dengan proses pembuatan tepung ikan;
5)  Ekstraksi misalnya dengan proses pengekstraksian minyak ikan; dan
6)  Surimi misalnya dengan mesin pelumat daging ikan dan adanya penambahan bahan pangan lain.

Selanjutnya, UPI yang menangani produk beku harus mempunyai:
1)  Sarana pembekuan yang mampu menurunkan suhu secara cepat hingga mencapai suhu pusat -18° C (minus delapan belas derajat celcius); dan
2)   Sarana penyimpanan beku yang mampu menjaga suhu produk -18°C (minus delapan belas derajat celcius) atau lebih rendah.

UPI yang menangani produk segar harus mempunyai sarana pendinginan (chill room) yang mampu mempertahankan suhu produk pada titik leleh es.
UPI yang menangani produk ikan kaleng harus mempunyai sarana retort yang mampu melakukan proses sterilisasi komersial.

  •  Memperhatikan jenis produk dan peruntukannya serta sesuai spesifikasi produk yang dipersyaratkan.


Produk perikanan yang dihasilkan UPI disesuaikan dengan teknologi penanganan dan pengolahan yang digunakan, dan peruntukannya harus memenuhi standar mutu serta harus memenuhi spesifikasi produk yang dipersyaratkan oleh buyer misalnya ukuran/ size produk.

  • Menggunakan bangunan yang memiliki fasilitas sesuai persyaratan.



Bangunan UPI dan fasilitasnya harus memenuhi persyaratan meliputi:
1) Lokasi dan Bangunan UPI
a) UPI harus dibangun di lokasi yang tidak tercemar dan menjamin tersedianya ikan yang bermutu baik;
b) UPI tidak diperbolehkan dibangun di lingkungan pemukiman, kawasan industri atau kegiatan lain yang dapat mencemari hasil perikanan yang diolah;
c) UPI harus terpisah dari rumah tinggal/kegiatan rumah tangga atau berlokasi yang diperuntukan untuk kegiatan usaha perikanan/industri;
d) lokasi sekitar area UPI harus saniter, higienis, dan tidak menjadi sumber kontaminan (bersih dari sampah, semak-semak, tanaman dan rumput liar, genangan air yang bisa menarik binatang pengganggu/dipelihara dan dijaga untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya);
e) bebas dari pencemaran (seperti persawahan, rawa, pembuangan sampah, daerah kering dan berdebu, daerah kotor, daerah berpenduduk padat, industri yang bisa mengakibatkan pencemaran);
f) tidak boleh ada binatang peliharaan (kucing, anjing, burung, dan lain lain); dan
g) bangunan UPI harus dirawat, dibersihkan, dan dipelihara secara saniter. Ruangan yang digunakan untuk semua proses penanganan dan pengolahan ikan harus memadai dan memenuhi persyaratan.

Dokumen yang diperlukan untuk monitoring kondisi bangunan dan fasilitas UPI antara lain: tata letak UPI, rekaman sanitasi harian, hasil audit internal, rekaman perawatan kondisi bangunan dan fasilitas UPI, dan lain lain.
2)  Pintu masuk
a) terbuat dari bahan yang halus, kedap air, mudah dibersihkan, dan didesinfeksi, didesain membuka keluar atau kesamping, dapat ditutup dengan baik, serta selalu tertutup;
b) pintu diberi tirai plastik dan dilengkapi dengan alat pencegah serangga;


c)  Tidak boleh ada celah dibawah pintu;
d)  Pintu bahan baku dan pintu produk akhir harus dipisah agar tidak terjadi kontaminasi silang antara bahan baku dengan produk akhir di pintu penerimaan. Apabila pintu bersamaan, maka tidak bisa dipastikan bahwa proses penerimaan bahan baku tidak bersamaan dengan pemuatan produk akhir; dan
e)  Pintu masuk ke ruang pengolahan dilengkapi dengan bak cuci kaki yang memadai dan didesinfeksi. Untuk UPI yang menurut jenis olahannya tidak sesuai menggunakan bak cuci kaki, dapat diganti dengan alas kaki yang khusus digunakan di ruang pengolahan.
3)      Lantai
a)  Permukaan lantai halus, tanpa retak, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, terbuat dari bahan yang kedap air, tahan garam, asam, basa, dan bahan kimia lainnya serta tidak mudah pecah;
b)  Konstruksi lantai mencegah adanya genangan air; dan
c)  Lantai harus mempunyai kemiringan yang cukup, serta dirancang untuk memudahkan pembuangan air.



4)      Dinding
a)  Permukaan dinding kedap air, tidak mudah mengelupas, halus, rata, tanpa retak, tidak bercelah, tidak berjamur, mudah dibersihkan dan didesinfeksi;
b)  Pertemuan antar dinding dan dinding dengan lantai tidak membentuk sudut mati sehingga mudah dibersihkan; dan
c)  Berwarna terang.
5)   Langit-langit/ Atap
a)  Didesain untuk mencegah akumulasi kotoran, kondensasi, dan pertumbuhan jamur;
b)  Tidak ada pengelupasan cat, bebas dari bocor, retak dan celah;
c)  Permukaan halus, dan mudah dibersihkan;
d)  Langit-langit atau sambungan atap mudah dibersihkan; dan
e)  Berwarna terang.
6) Jendela dan bagian yang dapat dibuka
a)  Didesain untuk mencegah akumulasi kotoran/debu;
b)  Dilengkapi dengan kasa pencegah masuknya serangga dan binatang pengganggu lainnya; dan
c)  Mudah dibersihkan.
7) Ventilasi
a)  Ventilasi mencukupi untuk sirkulasi udara agar udara mengalir dengan baik dari area bersih ke area kotor;
b)  Dapat meminimalisir/menghilangkan debu, uap, asap, panas yang mengganggu kesehatan dan dapat mengkontaminasi produk;
c)  Mencegah kondensasi dan mampu mencegah masuknya kontaminan ke dalam ruang proses; dan
d)  Mudah dirawat dan dibersihkan.
8) Penerangan
a)  Penerangan memadai dan lampu di seluruh ruang proses dilengkapi dengan pelindung yang aman; dan
b)  Lampu harus tersedia secara memadai di semua area di UPI.
9) Saluran pembuangan
a)  Saluran pembuangan dikontruksi untuk mencegah kontaminasi dan memadai untuk mengalirkan kotoran (limbah cair);
b)  Saluran pembuangan diberi penutup untuk mencegah binatang penggangu masuk;
c)  Disediakan tempat sampah tertutup dengan sistem injak untuk sampah padat dan selalu dibersihkan dan disanitasi sehingga tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap UPI dan lingkungan; dan
d)  Sampah di dalam langsung dibuang dan tidak dibiarkan lama di ruang proses di UPI karena bisa menarik binatang pengganggu dan menimbulkan bau.
10)   Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Fasilitas IPAL yang dimiliki UPI harus memadai dan dapat mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan. Khusus untuk UPI skala mikro kecil tersedia IPAL dengan treatment pengolahan air limbah yang sederhana misalnya dengan sistem filterisasi air limbah yang sederhana dibuat sendiri.



3. Penanganan dan penggunaan bahan tambahan, bahan penolong, dan bahan kimia, 
        dilakukan dengan ketentuan:

a.       Bahan tambahan dan bahan kimia yang diizinkan.
UPI dilarang menggunakan bahan tambahan dan bahan kimia yang tidak diizinkan sesuai ketentuan peraturan perundangan seperti formalin, borax, pewarna tekstil, insektisida, dan lain-lain dalam proses pengolahan. Apabila bahan tambahan atau bahan kimia yang digunakan belum ada standar mutu yang ditetapkan, maka digunakan dengan izin khusus. Penggunaan bahan tambahan dan bahan kimia harus di bawah pengawasan petugas UPI yang mengetahui bahaya penggunaannya sesuai dengan peraturan perundang- undangan.


b.   Bahan penolong sesuai persyaratan dan prosedur.
Bahan penolong yang dipakai saat kegiatan penanganan dan/atau pengolahan ikan dan hasil perikanan adalah air dan es yang harus memenuhi persyaratan dan mengikuti prosedur penggunaan yang telah ditetapkan.
c.   Bahan tambahan, bahan penolong, dan bahan kimia tidak merugikan atau membahayakan            kesehatan manusia dan memenuhi standar mutu.
Penggunaan bahan tambahan, bahan penolong dan bahan kimia tidak melebihi batas maksimum, dan penggunaannya sesuai dengan peraturan perundangan agar memenuhi persyaratan kesehatan.
d.   Bahan penolong berasal dari sumber yang tidak tercemar.
Bahan penolong tidak berasal dari sumber yang terkontaminasi. Bahan penolong harus ditangani, dan digunakan sesuai persyaratan, serta diuji secara periodik (fisik, kimia, dan biologi).

4. Pengemasan, dilakukan dengan ketentuan:

a.   Dilakukan pada tempat yang higienis untuk menghindari kontaminasi pada Hasil 
                    Perikanan.
Semua tahapan proses pengemasan dilakukan dengan cepat, saniter dan dalam kondisi higienis yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi pada Hasil Perikanan. Kemasan harus disimpan dalam gudang tersendiri, terlindung dari debu dan kontaminasi, serta gudang dalam kondisi kering. Kemasan produk diberi label atau keterangan yang menunjukkan ringkasan atau deskripsi produk, jenis produk, tahun, bulan, dan tanggal produksi, serta negara asal.
b.  Bahan kemasan melindungi dan mempertahankan mutu dari pengaruh luar 
                   dan tidak menjadi sumber kontaminasi.
Bahan kemasan yang digunakan harus tidak mempengaruhi karakteristik produk, tidak digunakan ulang, bersih, dan saniter, atau steril tidak membahayakan konsumen. Kemasan harus sesuai dengan tara pangan (food grade) atau aman digunakan untuk pangan, dan pelabelan berdasarkan ketentuan yang berlaku.


5. Penyimpanan, dilakukan dengan ketentuan:

a.  Suhu dan kondisi penyimpanan dipertahankan sesuai dengan karakteristik produk perikanan.
    1. Suhu penyimpanan produk segar, produk mentah, dan produk masak yang didinginkan dipertahankan pada suhu mendekati titik leleh es 0°C (nol derajat celcius);
    2. Suhu penyimpanan produk beku disimpan pada suhu sekurang-kurangnya -18°C (minus delapan belas derajat celcius) dan dilengkapi alat pencatat suhu yang mudah dibaca
    3. Suhu penyimpanan produk pasteurisasi disimpan pada suhu paling tinggi 5°C (lima derajat Celcius);
    4. Suhu penyimpanan produk sterilisasi disimpan pada suhu ruang;
    5. Suhu penyimpanan ikan hidup disimpan pada suhu yang tidak berpengaruh buruk terhadap kelangsungan hidupnya atau tidak mempengaruhi keamanan produk; dan
    6. Suhu penyimpanan produk lainnya disimpan pada suhu yang tidak berpengaruh buruk terhadap keamanan produk.
b.  Bahan dan hasil produksi disimpan secara terpisah.
Penyimpanan bahan baku tidak boleh disatukan dengan penyimpanan produk akhir untuk mencegah terjadinya kontaminasi, serta bahan yang digunakan untuk produk tidak boleh disatukan penyimpanannya dengan bahan yang bukan untuk produk.

c.  Tempat atau lokasi penyimpanan bersih, bebas dari serangga, bebas dari binatang pengerat,
               dan/atau bebas dari binatang lain.
Tempat penyimpanan harus saniter, terlindungi dari kontaminasi binatang pengganggu dan dilakukan monitoring.


d. Bahan dan hasil produksi diberi tanda dan ditempatkan secara jelas.

Penyimpanan bahan baku harus dilengkapi dengan tanda/kode penyimpanan bahan baku, dan penyimpanan produk akhir harus dilengkapi dengan label yang dipersyaratkan.

e. Pada tempat penyimpanan atau tata letak memungkinkan first in first out.

Prinsip penyimpanan first in first out adalah produk yang pertama disimpan menjadi produk yang pertama keluar. Tujuannya untuk mengatur siklus penyimpanan.

f. Penyimpanan menggunakan sistem ketertelusuran.

Untuk tujuan pengawasan ketertelusuran produk, maka UPI harus mendokumentasikan jenis produk, kode produksi, dan lain lain.

g. Pemeliharaan tempat penyimpanan harus dilakukan secara berkelanjutan.

Tempat penyimpanan harus terawat, bersih, dan saniter serta dilakukan monitoring pemeliharaan secara berkala.

h. Dilakukan pengawasan secara periodik.

Suhu penyimpanan dan suhu selama distribusi harus sesuai dengan jenis produk akhir, dan dilakukan monitoring suhu secara berkala. Kondisi penyimpanan produk sampai distribusi harus mampu mempertahankan mutu dan keamanan produk. Alat pengangkutan untuk mengedarkan produk akhir harus bersih, dapat melindungi produk baik fisik maupun mutunya sampai ke tempat tujuan.


Sumber Pustaka :

Anita, Ayu. 2019. Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP )Pada Proses Pembekuan Ikan Layur (Trichiurus lepturus) di PT.Usaha Central Jaya Sakti Makassar Sulawesi Selatan.  Tugas Akhir. Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep : Sulawesi Selatan.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17/PERMEN-KP/2019 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan Sertifikat Kelayakan Pengolahan